Dobo, Kota Buruk Rupa

(Sebuah Refleksi kritis atas tata ruang kota Dobo)
Oleh: Haroly Ch. Darakay. S.SI
Peneliti Aliansi Masyarakat Adat Aru

Sudah biasa kita mendengar ungkapan buruk rupa. Ungkapan ini biasanya ditujukan kepada sesuatu yang bertampang buruk atau jelek (mis, ikan Blob adalah salah satu hewan buruk rupa di dunia). Sekarang saya menggunakan ungkapan ini untuk menggambarkan tata ruang Kota Dobo yang buruk dan tidak tertata rapi.

Sebagian orang mungkin merasa risih dan marah membaca tulisan ini. "Tulisan bodoh apa ini?" mungkin begitu ungkapan kekesalan yang terucap. Terserah orang mau bilang apa. Saya hanyalah penulis pucuk yang baru belajar mengekspresikan kegelisahan atas suatu fenomena yang sungguhnya terjadi.

Kembali ketopik. Dobo sebagai ibu kota kabupaten kepulauan Aru diharapkan memiliki tata ruang kota yang baik. Dalam pengamatan saya, kota ini masih jauh dari kriteria tata ruang kota yang baik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tata kota adalah pola tata perencanaan yang terorganisasi untuk sebuah kota dalam membangun, misalnya jalan, taman, tempat usaha dan tempat tinggal agar kota itu tampak apik ,nyaman, indah, berlingkungan sehat dan terarah perluasannya pada masa depan. Sedangkan pengertian ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya (Pasal 1 UU No. 26 Tahun 2007. Tentang Penataan Ruang).

Berkaca pada definisi di atas maka apa yang terlihat di area pasar utama Kota Dobo menunjukkan tata ruang kota sangat buruk. Tidak memberikan rasa nyaman, tidak ada taman, tidak indah dan tidaksehat. Lihat saja foto yang ada. Tampak deretan ojek parkir di area yang sempit (di depan tangga turun pasar tingkat) dan tergenang air hujan. Tidak ada trotoar dan saluran air tepi jalan raya. Pasar tidak memiliki halaman yang cukup luas, para pedagang bersempit-sempitan menjajakan dagangannya. Pedagang ikan, sembako, apotik, pedagang pakaian, tukang cukur rambut berbaur menjadi satu tanpa ada batasan area. Kendaraan bermotor parkir di sembarang tempat, padahal jelas-jelas ada tanda larangan parkir. Polisi yang bertugas disitu seolah tidakmenganggap itu masalah.


Pemandangan seperti itu tentu tidak enak dipandang mata. Pusat kota (katanya) terlihat padat, kotor, dan bau.

Selain area pasar induk, ada pula beberapa ruas jalan sepanjang Kota Dobo yang berlubang dan rusak parah. Padahal jalan-jalan tersebut baru selesai dikerjakan beberapa tahun lalu. Tidak terlalu banyak kendaraan bermotor di kota ini. Juga tak ada kendaraan roda delapan yang super berat. Tetapi mengapa begitu cepat jalan raya rusak parah?Jangan-jangan para kontraktor dan Dinas Pekerjaan Umum kerja tidak profesional? Hanya Dewa yang tahu. Saya sampai berpikir, apakah penduduk kota ini adalah pecinta olahraga off road? Sehingga tak perlu tempat khusus karena jalanan kota sudah di desain sebagai arena off road. Ini sangat membahayakan pengendara motor, kecelakaan lalu lintas bisa dengan mudah terjadi.

Selain membahayakan, keadaan ini sangat memalukan. Sebagai penduduk kota yang kritis dan sadar HAM, saya gelisah. Dilihat dari perspektif Kovenan International tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (kovenan ekosob), bisa dikatakan Pemda Kabupaten Kepulauan Aru sedang gagal melaksanakan kewajibannya memenuhi hak-hak masyarakat Kota Dobo sebagaimana tercantum dalam Kovenan ekosob pasal 7, pasal 9, pasal 11 ayat 1 dan pasal 12.

Idealnya, buruk rupa Kota Dobo merupakan tanggungjawab semua elemen masyarakat namun Pemerintah Daerah lah yang memiliki kewenangan secara legal (juga dana) untuk menata Kota Dobo kearah yang lebih apik (lihat UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang pasal 11, 12 dan pasal 13).

Oleh karena itu, sebagai orang awam, menurut hemat saya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan segera:

1. Pemda menata kembali area parkir sehingga tidak menghalangi jalan atau    mempersempit jalan raya. Serta menindak tegas pengendara yang membandel.

2. Pemda memberi batas-batas yang rapih bagi para pedagang. Menindak tegas pedagang yang tidak tertib.

3. Segera memperbaiki jalan raya yang berlubang. Lengkapi trotoar, zebra cross dan saluran air pinggiran jalan.

4. Bersama masyarakat membangun kesadaran berlalu lintas

5. Untuk jangka panjang, perlu mengkaji ulang tata ruang Kota Dobo secara menyeluruh dengan mempertimbangkan aspek HAM.

Mimpi Saya, suatu saat Kota Dobo bisa menjadi ikon kota dengan tata ruang terbaik. Semua orang akan nyaman hidup disini, menikmati keindahan dan keteraturannya. Pada saat itu artikel saya akan berubah judulnya, "SITA DA KOTA ON EPIR UK".
(Sebuah refleksi kebanggan terhadap keindahan Kota Dobo)

Aru, 27 Juli 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hentikan Teror Pada Aktivis Papua, Septi Meidodga

Kami Hidup Tapi Mati

ATAS NAMA DEMOKRASI DAN KONSTITUSI BEBASKAN SEPTI MEIDODGA, PEMBELA HAM PAPUA