Kapolres Aru Gagal Paham Aturan Hukum

Kepala Polres Aru AKBP. Adolof Bormasa diduga gagal paham aturan hukum saat menyikapi kasus ilegal loging yang dilakukan CV. Cendrawasih di hutan adat Djamona Raa, Desa Rebi Kecamatan Aru Selatan, Kabupaten Kepulauan Aru. Kapolres berpendapat, tidak ada kasus ilegal loging sebab CV. Cendrawasi memiliki ijin HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Padahal fakta di lapangan, benar terjadi ilegal loging.

Sebelumnya, pada 23 Oktober 2017 masyarakat adat Rebi sebagai pemilik hutan adat Djamona Raa mengamankan mesin sensor kayu, speedboat, katinting (motor laut) milik CV. Cendrawasih. Barang bukti tersebut diamankan bersama ratusan kayu kelas satu yang ditebang dari hutan adat mereka. 
Alasan penahanan adalah supaya ada itikad baik Wempy Darmapan (pemilik CV. Cendrawasih) untuk meminta maaf dan mengganti kerugian pada masyarakat adat Rebi. 

Dengan tidak merasa malu, Wempy Darmapan melaporkan kasus tersebut ke Polres Aru dengan menuduh masyarakat adat Rebi telah melakukan pencurian dan perampokan terhadap barang-barang miliknya. Polres Aru langsung bertindak cepat merespon laporan itu dan memaksa kepala Desa Rebi untuk menandatangani BAP atas tuduhan pidana pencurian. 

Kepala Desa bersama masyarakat adat Rebi kemudian melapor balik Wempy Darmapan ke Polres Aru. Respon yang didapat sangatlah berbeda. Pihak Polres Aru seperti ogah-ogahan menindaklanjuti laporan masyarakat adat Rebi. 
Bahkan kapolres Adolof Bormasa memberi komentar di media masa yang menyudutkan masyarakat adat Rebi. Orang nomor satu Polres Aru itu menyebut tindakan masyarakat adat Rebi sebagai suatu kesalahan. 

Menyikapi permasalahan di atas, Koordinator Gerakan Hak Asasi Manusia Nusantara (GeHAM Nusantara) wilayah Aru, Haroly Chundrat Darakay, menilai Kapolres gagal paham aturan hukum. 

“Nampaknya Kapolres Aru dan Wempy Darmapan masih gagal paham terhadap aturan hukum yang mengakui serta melindungi hak-hak masyarakat adat, termasuk hak atas hutan adat yang diwariskan leluhurnya” kata Haroly 

Haroly menjelaskan, menurut UUD 1945 pasal 18B ayat (2) dan pasal 28i ayat (3) telah memberikan pengakuan dan perlindungan Negara atas keberadaan hutan adat dalam kesatuan dengan wilayah hak ulayat masyarakat adat Rebi. 
Masyarakat adat Rebi bahkan memiliki peta adat yang tidak dimiliki oleh Pemda Kab. Kepulauan Aru. Selain itu, Keputusan MK No.35/PUU-X/2012, dengan tegas menyatakan bahwa hutan adat bukan hutan negara. Dengan kata lain, hutan adat Rebi bukanlah hutan negara, sehingga pemerintah tidak boleh sewenang-wenang mengeluarkan ijin HPH kepada pengusaha. 

Selanjutnya, Ijin HPH yang dimiliki CV. Cendrawasih perlu diselidiki keabsahaannya. Di dalam  ijin tersebut tentu memuat tentang batas-batas pengusahaan hutan sehingga tidak secara liar memusnahkan hutan masyarakat adat.  CV. Cendrawasih pun secara nyata melakukan pengurasakan hutan secara membabi-buta. Ini sangat bertentangan dengan UU No 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantassan Perusakan Hutan.

“Sebagai penegak hukum, seharusnya Kapolres Aru tahu berbagai aturan hukum tentang hak-hak masyarakat adat” kata Haroly. Kapolres juga melakukan blunder dengan mengatakan tindakan penahanan barang-barang milik CV. Cendrawasih oleh masyarakat adat Rebi sebagai suatu kesalahan. Padahal secara hukum, yang berhak memvonis seseorang bersalah adalah hakim di pengadilan bukan Kapolres.

Haroly berharap, Pihak Polres Aru bisa bertindak profesional dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat adat Rebi. Jika tidak, maka akan ada konsekuensi hukum terhadap pihak Polres Aru maupun Wempy Darmapan. 

Editor : R. Kottir

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hentikan Teror Pada Aktivis Papua, Septi Meidodga

Kami Hidup Tapi Mati

ATAS NAMA DEMOKRASI DAN KONSTITUSI BEBASKAN SEPTI MEIDODGA, PEMBELA HAM PAPUA