Garsira Pedagang Pasar Timur

(Tinjauan Kritis Ketidakadilan terhadap Perempuan Aru Pedagang Pasar Timur Dobo dari Sudut Pandang HAM)

Oleh : Haroly Chundrat Darakay S.Si

Admin : Kortir

Pengantar

Bagi sebagian orang, bangun dipagi hari sangat baik untuk menghirup udara segar dengan berolahraga. Hal itu berguna bagi kesehatan. Tetapi bagi garsira pedagang Pasar Timur (salah satu pasar di bagian timur kota Dobo), kesehatan memang penting namun lebih penting  mencari nafkah bagi kehidupan anak dan keluarga. Istilah garsira disini menunjuk pada mama-mama pedagang di Pasar Timur.

Tidak menghiraukan dinginnya udara pagi, mereka tetap menyibukkan diri dengan mempersiapkan barang dagangannya. Mereka lalu berjualan selama berjam-jam, bahkan  hingga sore hari. Itulah pilihan yang harus dilakukan. Kalau tidak berjualan, darimana mereka mendapat makanan, dengan apa mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya?
Meskipun tidak memiliki kios permanen, tidak menghalangi semangat mereka berjualan. Badan jalan dan trotoar dimanfaatkan sedemikian rupa sebagai tempat berjualan. Sebagian mereka membuat tenda-tenda mungil, tetapi banyak yang berjualan begitu saja tanpa tenda. Dikala hujan turun mereka kehujanan, dikala panas terik mereka kepanasan.

Jika tidak bernasib baik, sewaktu-waktu bisa terancam digusur Satpol PP. Mereka tidak mengantongi izin berjualan di Pasar Timur. Izin Allah sajalah yang memberanikan mereka berjualan. Jika kemudian hari mereka harus digusur, Dimana harus berjualan?
Pertanyaan saya, salahkah mereka berjualan di Pasar Timur? Dimanakah peran pemerintah daerah dalam melindungi hak-hak mereka? Tak mungkin mereka bertanya pada rumput yang begoyang, sebab ada pemerintah daerah dengan segala kemampuannya. Jika pemerintah tidak mampu menyelesaikan masalah ini berarti ketidakadilan sedang dibiarkan terjadi. Bukan saja kodrat garsira sebagai pedagang yang diperlakukan tidak adil, tetapi juga posisi mereka sebagai perempuan.

Tinjauan Kritis
Perlu digaris bawahi, ketidakadilan yang dialami garsira pedagang Pasar Timur sebagai perempuan adalah dalam wacana sistem ekomoni patriarki yang diskriminatif terhadap perempuan. Tidak disediakannya tempat berdangang bagi garsira pedagang Pasar Timur menurut hemat saya itu merupakan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan Aru.

Sebelum menyikapi masalah ini lebih lanjut, ada baiknya kita ketahui terlebih dulu instrumen Hak Asasi Manusia yang menjamin hak para garsira pedagang Pasar Timur sebagai perempuan. Menurut Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB pasal 23 dan 25, disebutkan setiap orang berhak atas suatu pekerjaan yang dipilih untuk penghidupannya sendiri.

Berdagang merupakan suatu pekerjaan dan pekerjaan itu merupakan hak yang harus diakui dan dilindungi pemerintah.
Ada pula CEDAW (Convention on the elimination of all forms of discrimination against women) atau Konvesi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan demi kesetaraan. Konvensi ini mulai berlaku di seluruh dunia pada tahun 1981. Di Indonesia konvensi ini diratifikasi (diadopsi) ke dalam UU No 7 tahun 1984.

Pasal 1 Konvensi CEDAW berbunyi:
“ diskriminasi terhadap perempuan berarti pembedaan, pengecualian atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang berakibat atau bertujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan”
Jelas bagi kita, berdagang merupakan hak asasi perempuan bidang ekonomi.  Pembiaran terhadap keadaan garsira pedagang Pasar Timur bisa dikategorikan sebagai perbuatan diskriminatif karena ada pengingkaran, pembatasan atau penghapusan hak asasi perempuan sebagaimana tercantum dalam pasal 1 konvensi CEDAW.

Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku tidak boleh diam terhadap masalah ini. Pasar timur berada dalam teritorial pemerintah daerah. Letaknya di dalam kota kabupaten mestinya sangat mudah dijangkau Pemda untuk kemudian melakukan tindakan protektif.

Pasal 3 Konvensi CEDAW berbunyi:
“ Negara pihak (Indonesia, cq Pemda Aru) harus melakukan upaya yang layak di semua bidang, khususnya politik, sosial, ekonomi dan budaya, untuk menjamin pengembangan dan pemajuan perempuan sepenuhnya, dengan tujuan untuk menjamin mereka dalam melaksanakan dan menikmati hak asasi manusia dan kebebasan mendasar atas dasar persamaan dengan kaum laki-laki”
Upaya-upaya yang layak dalam bidang ekonomi sudah harus dipikirkan Pemda Aru. Upaya-upaya tersebut bukanlah janji-janji kosong melainkan aksi nyata terhadap para garsira pedagang Pasar Timur. Sebagaimana saya sebutkan di atas, Pemda Aru punya kemampuan untuk membuat peraturan daerah sebagai bentuk legal standing yang memproteksi hak-hak mereka sebagai perempuan. Tanpa upaya nyata maka perempuan Aru tidak bisa menikmati hak asasi mereka sebagai perempuan.

Kalau CEDAW berbicara pada ruang lingkup dunia. Cakupannya sangat luas. Sedangkan Peraturan Daerah bisa berbicara langsung kepada kebutuhan-kebutuhan yang spesifik perempuan, dalam hal ini garsira pedagang Pasar Timur. Pasal demi pasal dalam Perda tersebut akan secara spesifik menyebut nama dan lokasi yang akan dibangun pemerintah. Itupun jika memang Pemda Aru serius menyelesaikan masalah ini.

Penutup

Terpenuhinya rasa keadilan bagi perempuan Aru pedagang Pasar Timur Dobo tidak mungkin terjadi tanpa ada perjuangan yang serius dari berbagai pihak. Masyarakat luas perlu mengetahui dan bersama-sama menyuarakan keadilan bagi perempuan. Sedangkan Pemerintah Daerah Aru yang memiliki otoritas penuh, wajib melakukan aksi nyata.

Solusinya yang saya tawarkan, Pemerintah Daerah segera membuat kios untuk mereka. Kios-kios itu harus dijual atau dikontrak dengan harga yang terjangkau, atau bila perlu digratiskan.

Para elit Politik Legislatif maupun Eksekutif harus menahan diri dari sifat monopoli dan serakah. Kios-kios yang dibangun dari dana nagara diperuntukan untuk sebesar-besarnya kesajahteraan masyarakat Aru terkhusus para garsira pedagang pasar Timur Dobo.

Jangan merampas hak hidup mereka. Bahasa sederhannya “jang ambe orang pu piring makang”.

Menghabiskan uang daerah untuk memenuhi kebutuhan para garsira pedagang Pasar Timur adalah tindakan yang bijaksana. Daripada membuang uang ratusan juta membayar artis Jakarta.

Membangun kios bagi garsira pedagang Pasar Timur lebih berguna, lebih bermanfaat bagi daerah ini dalam jangka waktu yang lama, dan tentu lebih besar amal ibadahnya karena telah menolong mereka yang miskin dan lemah.

Belum terlambat, saatnya kita semua sama-sama memperjuangkan hak-hak perempuan Aru. Kepedulian terhadap garsira pedagang Pasar Timur merupakan bentuk penghargaan terhadap harkat dan martabat perempuan.

Referensi

“Kompilasi Instrumen Hak Asai Manusia”, Jakarta ELSAM dan PBI tahun 2017.
“Newsletter Komnas Perempuan”, Edisi 15 Desember 2014.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hentikan Teror Pada Aktivis Papua, Septi Meidodga

Kami Hidup Tapi Mati

ATAS NAMA DEMOKRASI DAN KONSTITUSI BEBASKAN SEPTI MEIDODGA, PEMBELA HAM PAPUA