Pabrik Sawit dan Pelanggaran HAM Berkepanjangan

Penulis : Kottir
Aktifis Makassar

Awalnya saya tidak ingin menulis persoalan ini, tetapi jari-jari saya gatel ingin merangkai kata menjadi kalimat.

Saya akan membahas soal sawit yang ada di Kabupaten Mamuju Utara Propinsi Sulawesi Barat.

Sudah berulangkali saya memperhatikan masyarakat Bambaloka, Baras hingga Pasayangkayu, diwilayah ini sangat berpotensi tanaman jangka pendek, seperti jagung, padi, bahkan Kakao dan Jeruk pernah jaya di kampung ini. Namun beberapa tahun silam perusahaan sawit memasuki daerah ini.

Hingga suatu hari saya bertemu dengan salah seorang petani. Orang tua separoh baya itu bercerita tentan awal masuknya perusahaan sawit ( saya tidak sebut nama perusahaannya ya.), ia menceritakan bagaimana liciknya perusahaan tersebut.

Perusahaan itu telah merampas tanah milik masyarakat dengan iming-iming hasil sawit akan melimpah, pada saat itu pula masyarakat mengorbankan tanaman kakao dan jeruk diganti menjadi sawit.

"Tanah kami dirampas, kami tak bisa berbuat apa-apa", kata pak Tua itu.

Seluruh masyarakat yang dikorbankan saat itu sempat membangun kekuatan, memgorganisir diri untuk melawan perusahaan. Warga telah menyewah pengacara namun hasilnya pun tak memuaskan.

Tak hanya itu, perusahaan maupun instansi terkait telah di demo oleh warga, warga melakukan protes atas tanah yang telah direbut perusahaan. Itupun tak membuahkan hasil.

"Kami sudah melakukan perlawanan, demo sana-sini. Tapi kami justru diancam dengan senjata," keluhnya.

Hingga saat ini tanah milik warga tersebut masih diduduki oleh perusahaan, apa daya wakil rakyat kita berpihak pada duit, apa daya penguasa di negeri ini melupakan rakyatnya.

Tak hanya itu, wilayah Bambaloka sebagian besar hidup di pesisir beralih profesi menjadi nelayan setelah tanah dikuasai secara sepihak oleh perusahaan.

Potensi laut bisa diandalkan di Bambaloka warga bisa hidup dengan melaut.

Setelah bertahun-tahun perusahaan pabrik sawit berjalan justru semakin mengancam kehidupan nelayan karena limbah pabrik.

Limbah pabrik itu dibuang kelaut membuat para nelayan tidak mudah mendapatkan ikan, ikan pun semakin menjauh karena bagi nelayan dan ikan limbah adalah racun.

Ketika perusahaan membuang limbah maka air laut  akan berubah warna seperti minyak karatan. Nelayan pun terpaksa tak melaut.

"Kami disini kesusahan ikan, ikan jauh di laut, sampan kami tak sanggup melewati ombak", keluhnya lagi.

Apa yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut diatas jelas melanggar Hak Asasi Manusia, hak manusia untuk memiliki kebun sendiri, hak untuk melaut dengan tenang adalah hak untuk hidup. Perusahaan telah merampas semua sumber kehidupan.

Jika pemerintah setempat terus-terusan bersekongkol dengan perusahaan maka pelanggaran HAM akan terus berkepanjangan hingga anak cucu kita.

Mamuju 28 Juli 2018

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hentikan Teror Pada Aktivis Papua, Septi Meidodga

Kami Hidup Tapi Mati

ATAS NAMA DEMOKRASI DAN KONSTITUSI BEBASKAN SEPTI MEIDODGA, PEMBELA HAM PAPUA