Masyarakat Adat Amungme Terusir di Tanah Sendiri.

Penulis : Saman Rekol
Aktifis Kopi Makassar

Ada metologi di tengah masyarakat Papua tentang manusia sejati yang berasal dari seorang ibu. Kematiannya menjadi tanah yang membentang sepanjang daerah Amungsal, tanah Amugme. Secara adat, tanah ini tidak di bolehkan untuk di masuki.

Pada tanggal 7April 1967, sekitar tiga pekan Seoharto di lantik sebagai pejabat Persiden saat itu. Pemerintah mulai mengambil kebijakan untuk melakukan berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembagunan ekonomi, Maka pemerintah mengambil suatu langkah yang strategis yang berdampak buruk pada masyarakat Papua. Yaitu: megeluarkan serta mengesahkan Undang-Undang No 1 tahun 1967 dan memberikan kontrak pertama kepada Freeport selama 30 tahun.

Saat itu, Mimika masih hutan belantara. Masyarakat masih di manjakan oleh alam. Babi, sagu, kepiting, masih bisa di dapatkan dengan mudah. Sekarang ini, Mimika sudah di padati dengan rumah-rumah beton dan berbagai kendaraan mewah.

Sejak Freeport masuk ke tanah Amungsal. Masyarakat suku Amugme harus di pindahkan dari tanah mereka. Freeport tidak punya pilihan lain, selain membayar TNI untuk mengusir penduduk setempat dari wilayah mereka ke kaki pegunugan.

Chris Ballard, Ahli Antropologi dari Australia dan Abigail Abrash, salah satu aktivis dari Amerika Serikat, memperkirakan ada 160 (Seratus Enam Puluh) orang telah di bunuh oleh militer sekitar tahun 1975-1997 di daerah tambang dan sekitarnya. (New York Time, Desember 2005).

Dalam waktu yang begitu singkat, Freeport menghabiskan 35 juta dolar AS untuk membagun infastruktur militer; barak-barak, kantor-kantor, pasar dan jalan. Semua ini segaja di bagun untuk mengamankan wilayah freeport.

Tahun 1997, Freeport telah melangar undang-undang lingkungan hidup. Menurut perhitungan Freeport sendiri penambangan bisa menghasilkan limbah kurang lebih 6 (enam) miliar ton. Kabanyakan dari limbah itu, di buang di lokasi pertambangan atau ke sungai-sungai yang turun ke dataran rendah basah. (Baca, PT Freeport Indonesia. Perusahan Penghasil Emas dan Tembaga Terbesar Indonesia).

Goresan tinta hitam telah terukir di atas secarik kertas putih. Persahabatan antara pemimpin perusahaan, James R Moffett semakin erat dengan Soeharto bersama kroni-kroninya. Mereka difasilitasi, berlibur ke luar negeri, bahkan biaya kuliah anak-anak mereka di tanggung oleh Freeport.

Padahal, tempat yang di duduki Freeport; mengerok dan mengambil emas selama ini, ada orang-orang yang lebih berhak dan pantas untuk menikmatinya. [31]

Adm : R. Kottir

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hentikan Teror Pada Aktivis Papua, Septi Meidodga

Kami Hidup Tapi Mati

ATAS NAMA DEMOKRASI DAN KONSTITUSI BEBASKAN SEPTI MEIDODGA, PEMBELA HAM PAPUA