Merdeka Bana Foin Ba?

(Pertanyaan Perenungan Kritis HUT NKRI ke-73 di Aru)
Oleh: Haroly Chundrat Darakay, S.Si (Pembela HAM Kepulauan ARU)

Seperti biasa, menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) Negara Kesatuan Republik Indonesia terdapat banyak perlombaan yang diselenggarakan. Masyarakat sangat antusias mengikuti perlombaan.

Di setiap sudut kota terpasang bendera atau umbul-umbul. Semua bangunan dicat dengan warna cemerlang. Jalanan yang rusak diperbaiki. Di daerah lain, jalan raya diperbaiki dengan aspal butas, tapi di daerah kami menggunakan campuran semen, bersatu-padu dengan aspal yang rusak.

Daerah kami memang beda. Beda soal penataan kota, terutama menjelang hari kemerdekaan. Dengan dana yang cukup besar, pemerintah ingin perayaan hari kemerdekaan harus beda dari hari-hari biasa. Sudah sewajarnya kita merayakan dengan meriah hari kemerdekaan negara kita.

Beriringan dengan itu sekilas muncul pertanyaan, mampukah orang memahami apa sesungguhnya makna kemerdekaan ini? Jangan-jangan kita hanya larut dalam perayaan formalitas belaka.

Adakah yang bertanya, mengapa dana yang begitu besar bisa dialokasikan untuk perayaan seremonial sedangkan kebutuhan hidup masyarakat yang sangat mendasar diabaikan.

Masyarakat Aru membutuhkan peningkatan taraf hidup. Pendapatan bulanan meningkat, infrastruktur jalan yang layak dilewati kendaraan bermotor. Masyarakat Aru butuh tambahan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan Agen Penyalur Minyak Solar (APMS) sehingga tidak antri berhari-hari.

Masyarakat butuh harga kopra yang manusiawi. Masyarakat butuh dibukanya CPNS juga layanan listrik yang hidup setiap saat. Kebutuhan-kebutuhan tersebut sekaligus merupakan pertanyaan kritis yang harus dijawab pemerintah Kabupaten Kepulauan Aru.

Semua pertanyaan di atas bermuara pada satu tujuan yakni masyarakat Aru yang adil dan sejahtera. Jika pemerintah ingin menyejaterahkan masyarakat maka jawablah pertanyaan-pertanyaan di atas melalui tindakan nyata. Jika tidak, maka pantas saya bertanya merdeka bana foin ba? .

Dalam bahasa Tarangan pertanyaan ini artinya “merdeka di bagian mana?”. 
Konsep kemerdekaan yang umum adalah bangsa ini terbebas dari segala bentuk penjajahan kolonial Eropa sehingga secara de fakto Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan bangsa kita pada tanggal 17 agustus 1945. Namun dalam konteks khusus, kemerdekaan itu harus dipahami bebas dari segala bentuk kemiskinan dan ketidakadilan. Jika kita sepakat seperti itu konsep merdeka, lalu bagian mana yang merdeka?

Dunia Pendidikan Sebagai Contoh

Nampaknya tidak mungkin artikel sederhana ini bisa mengupas secara tajam dan mendalam setiap bentuk kemiskinan dan ketidakadilan yang menyata di Jar Garia (sebutan lain kabupaten kepulauan Aru). Oleh karenanya saya memilih dunia pendidikan sebagai contoh dari kemerdekaan yang belum sempurna di tanah ini.

Foto yang ditampilkan dalam tulisan ini diambil oleh tafer Maita (Staff AMAN_ARU) saat kami melakukan aksi sosial mengajar pada salah satu desa di Aru Selatan. Siswi tersebut sedang serius mengerjakan tugas yang saya berikan. Dia adalah siswi kelas VI SD yang sebentar lagi akan Ujian Akhir Nasional untuk masuk SMP. Tugas yang saya berikan bukan tugas matematika yang dikenal sulit. Mereka sedang ditugaskan menulis beberapa paragraf yang ada dalam buku paket IPS.

Sengaja saya memberikan tugas menulis paragraf karena beberapa diantara mereka belum lancar menulis dan membaca. Saya berpikir, bagaimana mereka bisa mengerjakan soal-soal UAN nanti sedang baca dan tulis saja belum lancar. Sekolah tersebut ada enam kelas, guru yang aktif mengajar saat itu hanya satu orang. Coba bayangkan, satu orang guru mengajar enam kelas? Pantas saja siswa kelas VI SD belum lancar membaca dan menulis. Sebenarnya ada beberapa guru lainnya, namun ada yang berhalangan hadir karena urusan kedinasan di kota Dobo, ada pula yang menghilang entah kemana. Menurut informasi, mereka akan muncul di sekolah beberapa hari menjelang Ujian Akhir Nasional.

Pemandangan seperti ini sudah terjadi bertahun-tahun. Itulah sebabnya siswa-siswa dari pedesaan yang hendak bersekolah pada SMP dan SMA di Kota Dobo (Kota Kabupaten) wajib mengikuti tes membaca dan menulis. Sangat jauh berbeda dengan di kota besar yang sudah berbasis digital. Bahkan sejak PAUD siswa sudah memiliki skill bilingual (mampu berbahasa asing).
  
Idealnya harus ada kesadaran dalam diri para guru untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ketika aktif, tentu guru tahu persis kebutuan siswa. Yang belum lancar menulis akan dilatih menulis. Yang belum lancar membaca akan dilatih membaca. Sesungguhnya siswa di pedesaan memiliki daya nalar yang bagus. Mereka cepat memahami apa yang diajarkan. Keaktifan serta kreatifitas gurulah yang bisa menjadi stimulun kemampuan mereka.

Faktanya, beberapa jam mengajar, saya melihat ada penigkatan saat mereka membaca dan menulis.

Bagi guru yang tidak mempunyai kesadaran, patut ditindak tegas oleh Pemerintah Daerah terkhusus Dinas Pendidikan. Saya secara pribadi sudah pernah bertemu dengan Kepala Dinas Pendidikan Kepulauan Aru menyampaikan masalah ini dan beliau pun sudah melakukan teguran, tapi nampaknya teguran tersebut tidak mempan. Mungkin perlu adanya teguran tertulis beserta sanksi tegas kepada guru yang tidak disiplin.

Sisi lain yang tak kala menarik diperhatikan pada foto tersebut adalah kemeja siswi yang sobek. Jika kita melihat langsung, kemeja yang dipakai sudah sangat kusam dan lusuh, mungkin karena sudah lama dipakainya. Meskipun begitu, tidak menghalangi semangatnya untuk bersekolah.

Bisa dipastikan orang tua siswi tersebut belum mampu membeli seragam baru. Tapi saya tidak mau melihat fenomena ini secara mikro. Mungkin saja orang tuanya mampu membeli seragam baru, namun masih ada kebutuhan lain yang sangat mendasar seperti kebutuhan makan dan minum sehari-hari. Ini disebabkan oleh rendahnya pendatapan bulanan/harian orang tua. Mengapa pendapatan keluarga tersebut rendah? Mungkin saja karena harga komoditi (kopra misalnya) yang sangat rendah. Tidak cukup untuk membeli kebutuhan lain selain makan dan minum sehari-hari. Maka dari itu saya ingin menyoroti masalah ini dari segi makro.

Ketidakmampuan orang tua membeli baju seragam baru yang disebabkan rendahnya pendapatan mengindikasikan kemerdekaan ini belum sempurna. Kita masih perlu berjuang mengisi kemerdekaan ini. Kemiskinan masih menjajah kita Jar Juir (orang Aru). Menurut data statistik tahun 2016-2017, jumlah masyarakat miskin Aru 26,48 ribu jiwa. Menurut data statistik, angka tersebut selalu menunjukan tren peningkatan sejak periode 2012. Sudah begitu, pemerintah berdalih, peningkatan angka kemiskinan dikarenakan adanya faktor kelahiran pada rumah tangga miskin masih terus meningkat dengan jumlah penduduk miskin yang masih belum meningkat taraf hidupnya. (Buku Publikasi dan Informasi Kinerja Pemerintah Kab. Kep. Aru. 2016-2017, 4).

Sungguh miris, kepulauan Aru yang dikenal kaya dengan sumber daya alam, namun angka kemiskinan begitu tinggi. Pemerintah juga terkesan lempar batu sembunyi tangan. Pemerintah menyalahkan angkat kelahiran di keluarga miskin yang menjadi penyebabnya.

Kembali ke foto, orang tua siswi yang sobek bajunya dipastikan memiliki mata pencarian sebagai petani kopra. Beberapa tahun lalu, harga kopra menembus angka Rp.9000/kilo. Tetapi kini menjadi Rp.3.800/kilo. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan petani kopra adalah biaya buruh untuk membela kelapa, buruh angkut, serta biaya transportasi desa-kota Dobo pergi-pulang . Untuk kebutuhan makan minum sehari-hari saja mungkin tidak cukup, apalagi membeli seragam baru.

Tawaran strategi

Saya mengajak kita melihat permasalahan ini tidak sebatas pada bagaimana bisa membeli seragam baru bagi siswi tadi, tetapi memahami masalah dari sudut pandang ketimpangan ekonomi antara masyarakat miskin dan pemilik modal yang serakah. Berbicara ketimpangan ekonomi, maka kita harus mengupas secara tajam corak produksi yang berputar.

Salah satu cara yang efektif dan efisien adalah pemerintah memfasilitasi sistem penjualan komoditi masyarakat desa. Kita tahu bahwa komoditi yang dijual masyarakat desa ke kota hanyalah tempat transit untuk kemudian dijual ke pulau Jawa, Kalimantan bahkan sampai ke luar negeri. Sebagian besar masyarakat tidak pernah tahu secara persis kota dan perusahaan manakah yang akan membeli komoditi mereka untuk kemudian dikelolah menjadi barang siap pakai. Masyarakat juga tidak tahu berapa harga pasaran komoditi di luar Aru. Ketidaktahuan seperti ini dimanfaatkan kapitalis kampung cina untuk memainkan harga. Masyarakat desa hanya bisa pasrah.

Jika pemerintah Aru berhati mulia, informasi-informasi tentang pasar di luar Aru disosialisasikan ke masyarakat desa. Kemudian membuat semacam Badan Usaha Milik Daerah, CV atau yang sederhana seperti koperasi untuk membeli langsung dari masyarakat dengan harga yang kompetitif. Dengan adanya program Tol Laut, Pemerintah Daerah bisa dimudahkan dalam distribusi komoditi masyarakat desa ke luar Aru.

Kalau itu dilakukan, saya yakin harga komoditi kopra tetap terjaga harganya, demikian pula komoditi lainnya yang ada di Desa. Dengan begitu orang tua mampu membeli kebutuhan sekolah anak. Jangankan pakaian seragam baru, menyewa guru untuk les privat pun bisa. Bahkan menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi pun mereka mampu.

Penutup

Saya pikir tidak terlalu sulit bagi pemerintah untuk mewujudkan masyarakat Aru yang sejahtera dan berkeadilan. Tergantung adalah niat mulia dari pemerintah sendiri. Fakta hari ini, pemerintah masih menutup mata terhadap kemiskinan dan ketidakadilan. Kapitalis kampung cina masih monopoli roda ekonomi Jar Garia, mereka masih memainkan harga komoditi semau-maunya. Oknum-oknum pejabat masih memonopoli kontener peti kemas. Yang miskin dibiarkan berusaha sendiri, jika bernasib baik, ya bisa meningkatkan taraf hidupnya, jika bernasib buruk, tetap melarat. Kalau masih tetap begitu, apakah kita sudah merdeka ? Merdeka bana foin ba ?

Semoga di hari yang sakral ini, proklamasi yang pernah dikumandangkan Bapak Bangsa, Tafer Soekarno mampu menyadarkan pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Aru untuk berbuat sesuatu yang nyata bagi masyarakat Aru. Kesejahteraan dan keadilan adalah hak kami masyarakat Aru.

DIRGAHAYU BANGSAKU REPUBLIK INDONESIA
MAJULAH JAR GARIA NEGERI BETA.
MERDEKA !!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hentikan Teror Pada Aktivis Papua, Septi Meidodga

Kami Hidup Tapi Mati

ATAS NAMA DEMOKRASI DAN KONSTITUSI BEBASKAN SEPTI MEIDODGA, PEMBELA HAM PAPUA