Warga Tembagapura Mengungsi. Negara Melanggar HAM

Evakuasi Warga Tembagapura (Foto: Adolfina Kuum)

Penulis : Adolfina Kuum
Aktifis HAM Timika

Pada tanggal 3 Maret Tahun 2020 Informasi beredar di media lokal Timika bahwa pos polisi di  Tembagapura dikepung  dan  ditembaki oleh TPN-OPM, kejadian itu memicu terjadinya konflik bersenjata antara TNI-Polri denagan TPN-OPM.

Pada Tanggal 5 Maret 2020 kami (Relawan Kemanusiaan) mendapatkan laporan dari Tembagapura,  bahwa malam itu  akan ada evakuasi  masyarakat  turun ke Timika.

Malam pukul 20.00 Wit Kami melakukan pemantauan di TKP. Kami langsung ke 32  terminal  bus karyawan Freeport, namun belum ada bus  yang kami jumpai sehingga kami melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat, Bapak Yanes Narkime. Ia mengatakan bahwa masyarakat trauma dengan  konflik perang 2 tahun lalu dimana saat itu Bapak Timotius  Omabak selaku Sekertaris Kepala Kampung di bunuh oleh TNI - POLRI saat dia memegang bendara Merah Putih.

Usai  menemui tokoh masyarakat, kami kembali ke Jalan Jeruk SP 2 melakukan pemantauan di titik evakusi dan ketemu dengan mama - mama   yang turun dari 3 bus, mereka ini pengungsi pertama pada tanggal 4  Maret 2020 .

Pasca evakuasi masyarakat di Tembaga pura, ada tiga helikopter mengintai kampung lalu melakukan pemboman di kampung di Tembagapura membuat masyarakat panik atas peristiwa itu.

Pasca Evakuasi, Warga dijaga Ketat Brimob

Kapolsek Tembagapura datang ke kampung pada pukul 08.00 Wit. lalu Kapolsek Tembagapura menyuruh warga untuk mengosongkan kampung dan ingin meminjam salah satu rumah warga di Kampung Banti untuk dijadikan pos penjagaan atau pos siaga melakukan kontak senjata dengan OPM. Kapolsek mengaku akan mengembalikan warga ketika situasi sudah aman.

Salah seorang warga mengatakan bahwa mereka dievakuasi, ditengah perjalanan di pos 4 nokeng diperiksa oleh sekurity PT. Freeport hingga aparat, satu per satu warga diperiksa digeledah tas dan dompet warga. dan anehnya yang tidak punya KTP dipisahkan tidak boleh turun yang punya KTP diijinkan naik ke dalam bis. jadi jumlah bis 3 yang turun semua mama - mama asli dari Kampung Opitawak, Banti 1 dan Banti 2  jumlah keseluruhan 200 orang mama - mama saja yang memiliki KTP. Sebagian warga mama-mama hawatir dengan anak-anak yang tidak memiliki KTP.

Pada tanggal 6 maret 2020 pengungsian besar – besaran terjadi, sebanyak 9 bus akan turun evakuasi terakhir buat masyarakat .  kami melakukan kunjungan ke camp  sentral 32 evakuasi korban.
Saya Prihatin melihat kondisi masyarakat  korban pengungsian dari Tembagapura kampung  Banti 1, kampung banti 2  dan kampung  opitawak  mereka butuh perhatian  dari Pemda ,PT.Freeport Indonesia ,Lembaga - Lembaga kemanusiaan seperti LSM ,Organisasi pemuda ,adat ,perempuan,Lembaga adat  ,Pihak Gereja saat ini.

Perhatian yang di maksud kami disini adalah menyediakan Makanan ,minuman  tempat tinggal ,pakaian ,selimut tikar ,serta obat - obatan  ini prioritas utama masyarakat korban.
Pernyataan Wakil Bupati di media lokal Timika, mengatakan bahwa di tempat evakuasi pemerintah sudah menyediakan tenaga medis di setiap camp pengungsi namun fakta di lapangan korban dievakuasi belum mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Saat kami tiba pagi itu, di lapangan kami tidak menemukan tenaga medis disana bantuan  berupa bahan makanan pokok (bama) pun belum ada mungkin karena hari masih  pagi.bantuan bama mulai berdatangan pada sore hari jam 14.00.wit atau jam 2 siang.

Pemerintah prioritaskan adalah layanan pembuatan KTP. kepada masyarakat korban pengungsian apakah ini kebutuhan mendadak dan prioritas dimanakah hati Nurani pemerintah?
Pukul 09.00 wit pagi kami temukan  ada sebuah tenda lengkap dengan peralatan untuk pembuatan E - KTP, petugas dari Dinas Catatan Sipil sudah aktif kerja ,masyarakat korban pengungsi dari Tembagapura duduk antrian satu persatu namanya dipanggil  untuk ambil data pribadi dan di buatkan E-KTP. Sangat Tidak manusiawi  hari masih pagi bukanya siapkan makanan ,minuman untuk para korban masyarakat sarapan dan istirahat  malah Dinas Catatan Sipil sibuk urus data ada apa ini?

Terbentuknya  Negara dan pemerintah kerena ada rakyat dan atas nama rakyat ,jadi tolong hargai dan prihatinlah kepada  situasi mereka saat ini.

Mereka terpaksa keluar dari tanah kelahiran dan kampung halaman mereka yang sudah turun - temurun mereka diami sejak nenek moyang mereka ada.
Mereka sedang menghadapi iklim yang baru,masyarakat terpaksa  keluar dari daerah dingin  meninggalkan ternak ,kebun,rumah,dan kampung mereka di atas pegunungan salju abadi menuju ke pesisir pantai daerah panas. Seharusnya tenaga medis yang di siapakan utama sebelum kebutuhan lainya. Mereka warga masyarakat yang mengungsi saat ini butuh pemulihan secara mental dan spritual. berikanlah  mereka makanan dan minuman secukupnya ,sadar atau tidak sadar Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika telah melakukan Pelanggaran HAM .Dimana nilai kemanusiaan yang  seharusnya di hormati  dan dijunjung tinggi.Sebagai manusia yang mempunyai nilai ,harkat dan  martabat yang oleh siapapun  jangan  diabaikan dengan alasan apapun.

Tolong hargai hak - hak dasar  mereka itu sebagai manusia di muka bumi Amungsa ini. Luka dan trauma yang mereka alami bukan baru kali ini, luka dan trauma dua tahun silam belum terhapuskan dari ingatan mereka.
 
Pengakuan Tokoh Perempuan Amungin (Martina Narkiin)
Pengakuan Seorang Mama (Warga yang di evakuasi) 
di camp. pengungsian 32  yang  tidak mau sebutkan namanya   bahwa mereka masih dalam situasi trauma akibat konflik perang antara TPN - OPM dengan TNI – Polri.
Jiwa mereka terguncang trauma dan ketakutan malah sibuk urusin ktp ,bukan nya beri kami makan minum dan tempat yang layak buat istirahat .

Hari - hari berikutnya kami terus melakukan pemantauan hari ini tanggal 7 maret 2020 kami mengunjungi 4 titik posko evakuasi masyarakat korban .
1 posko evakuasi 32 itu sentral
2 posko evakuasi di jalan baru rumah bapak jhon jamang
3 posko evakuasi di jalan.jeruk rumah bapak yunus omabak
4 posko evakuasi di sp 12 yang berpusat di rumah 10 kwamki lama.

Kunjungan pertama hingga terakhir ada beberapa masalah yang kami temukan
Di pos evakuasi seperti tidak ada perhatian makan dan minum lebih ironis masyarakat di Jalan Jeruk tidak ada bahan makanan pokok mereka mengeluh kepada kami agar tolong disampaikan kepada pemerintah dan PT.Freeport Indonesia.

Semua posko semuanya mengeluh hal sama, tidak ada disediakan makanan untuk warga yang dievakuasi. Sangat memalukan kenapa anak negeri emas diabaikan. kenapa melaukan evakuasi kalau tidak mampu untuk bertanggungjawab.

kami melakukan koordinasi dengan Bapak Yanes Narkime karena beliau ada di posko sentral dan dia punya rumah juga disana. kata Pak Yanes bahwa ada bantuan bama tapi belum bisa di distribusikan di 4 titik camp pengungsi karena kami belum berdoa secara adat.

Dimana adat orang Amungme kejadian begini biasanya bakar batu dan kasih makan masyarakat yang trauma dari kejadian di Tembagapura. Budaya  Suku Amungme bilang kasih masuk pikiran yang keluar akibat kaget dan trauma .hal ini di lakukan secara keluarga dan juga bisa di komunitas atu secara bersama secara umum.kaminpun pahami itu saya dan teman2 ambil inisiatif sendiri dan menyumbang dana untuk membelikan bantuan bama sedikit agar mereka bisa makan dan minum selama 2 hari menunggu acara makan bersama dan doa itu.

Malam itu kami beli beras 3 sak ,superti mie sedap 4 karton,minyak goreng bimoli 5 liter 2 gula 10 bungkus kopi 20 bungkus dan antar ke camp.pengungsi di Jalan Baru dan Jalan Jeruk SP 2.
Secara pribadi saya prihatin kepada nasip mereka pemilik Newangkawi yang di lupakan dalam sejarah peradaban suku Amungme.

Relawan kemanusiaan untuk Tembagapura bertemu dengan Ketua dan rombongan Pansus kemanusiaan dari DPRD Propinsi tanggal 19-21 Maret 2020 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hentikan Teror Pada Aktivis Papua, Septi Meidodga

Kami Hidup Tapi Mati

ATAS NAMA DEMOKRASI DAN KONSTITUSI BEBASKAN SEPTI MEIDODGA, PEMBELA HAM PAPUA