Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2017

Kembalikan Kemerdekaan Perempuan

Gambar
(Makna Dirgahayu Republik Indonesia dalam konteks krisis HAM Perempuan Adat Aru) Foto Masyarakat Adat Aru Dok. Pribadi Oleh: Haroly Chundrat Darakay S.Si Peneliti Aliansi Masyarakat Adat Aru Dingin pagi yang menusuk tubuh memberi stimulus untuk menarik selimut ke atas lalu tidur. Tetapi tidak bagi Nelly Margareta seorang perempuan adat yang hidup di salah satu desa di Aru Tengah, Propinsi Maluku. Dingin pagi tidak mampu membunuh semangatnya untuk tetap bekerja. Cuaca yang tidak bersahabat sudah biasa baginya. Justru sang suami yang tak bisa lepas dari pelukan bantal guling, tak tahan udara dingin. Suami baru bisa bekerja jika matahari telah terbit menusuk tembus selimutnya. Suaminya seorang pekerja serabutan, kadang di darat, kadang di laut, mengikuti musim panen hasil alam di Desa mereka. Eta (sapaan Nelly Margareta) merupakan sosok pekerja keras. Dia tidak mempedulikan budaya patriarkal yang kental di masyarakat bahwa mencari nafkah merupakan tanggungjaw

Masyarakat Kepulauan Tanakeke Menjerit, Pengusaha dan Penguasa Menambang Pasir

Gambar
Ratusan warga Pulau Tanakeke berkumpul di masjid untuk mendiskusikan persoalan tambang pasir yang sudah berbulan-bulan meresahkan nelayan Penulis : R. Kottir Aktifis LAPAR Sulsel Jumat, 25 Agustus 2017, saya berkunjung ke Kepulauan Tanakeke kecamatan Mappakasunggu yang terletak di selatan Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan, di Kepulauan ini terdapat lima desa dan 9 pulau. Pulau Bauluang, Satangnga, Lantangpeo, Labbutallua Rewataya, Kalukuang, Dayang-Dayangan, Tanakeke dan Tompotana. Saya dan dua kawan, Badai dan Imran mengunjungi Tompotana dengan menggunakan kapal di dermaga dimana tempat warga menyebrang sepulang dari pasar, Kami berangkat pada pukul 09.30 wita. Lama perjalanan menuju Tompotana sekitar kurang lebih satu jam. Ini kali pertama saya mengunjungi Pulau tersebut, sebelum kapal sandar di tepi saya memperhatikan air laut yang sudah mulai keruh, disana juga terdapat alat tangkap rumput laut milik warga. Di sebelah barat pulau ini ada hutan mangrove yang dili

Aksi 1000 Lilin Untuk Korban Penembakan di Kabupaten Deiyai Papua

Gambar
Oleh: Kottir Aktifis Geham Nusantara Makassar Solidaritas Jayawijaya akan melaksanakan doa dan aksi 1000 lilin untuk korban penembakan di Kabupaten Deiyai Papua, Sabtu, 5 Agustus 2017. Aksi tersebut atas kepedulian masyarakat Jayawijaya terhadap korban. Informasi ini saya dapat di group whatsApp, di dalam group tersebut sebagian aktifis Hak asasi manusia Papua dan Papua Barat. Saya sendiri nonPapua, sebagai manusia saya turut prihatin dengan kasus penembakan itu. Korban itu bernama Yulianus Pigai diduga Yulianus ditembak oleh oknum kepolisian. “Sedih, kenapa kami selalu dibunuh, apa salah kami,” tulis kawan saya di group tersebut. Pembunuhan memang kerapkali terjadi di negeri subur itu, mereka ditembak, dikriminalisasi, diculik dan pelakunya cenderung dilakukan oleh Negara (aparat). Setiap kejadian seperti ini. Mengapa saya banyak tahu soal Papua?, karena saya pernah tinggal bersama dengan kawan-kawan Papua selama empat bulan di Jakarta, mereka, teman-teman Papua pernah ber