Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

Diskriminasi Ras Pintu Nasionalisme Papua

Gambar
Penulis : Septi Meidodga Sekjend Gerakan HAM Bersatu Mencermati polemik tentang oknum yang melakukan tindakan diskriminasi ras dan etnis pada bulan Agustus 2019 silam. Diskriminasi ras yang dilakukan oleh Tri Susanti tahun lalu itu bertentangan dengan hukum dan negara wajib menindak pelaku diskriminasi ras dan etnis. Sebagai negara hukum, negara mempunyai kewajiban melindungi semua warga dari tindakan diskriminasi ras dan etnis. Negara harus memberikan kesamaan kedudukan dimata hukum agar warga negara bebas dari tindakan diskriminasi ras dan etnis. Selain itu, negara mempunyai peran penting untuk menjamin tidak adanya hambatan bagi seseorang atau kelompok yang membutuhkan perlindungan serta menjamin kesamaan penggunaan hak sebagai warga negara. Dalam kehidupan berbangsa, negara wajib memberi pemahaman kepada warga negara agar tidak terjadi diskriminasi ras dan etnis, memberi pemahaman plurasme dan penghargaan hak asasi manusia. Undang-Undang Republik Indonesia

Tolak Omnibus Law, Geham Bersatu Minta Bebaskan Demontran di Makassar

Gambar
Penulis : Septi Meidodga Sekjend Pusat Gerakan HAM Bersatu Omnibus Law RUU Cipta Kerja menuai kritikan dari masyarakat Indonesia. Pasalnya, RUU ini dapat memicu terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia, Undang-undang sapu jagat ini sudah diprotes sejak penyerahan draf, namun pemerintah ngotot untuk disahkannya UU tersebut. Mencermati dinamika aksi protes rakyat Indonesia terhadap RUU Omnibus Law, Organisasi Masyarakat Sipil beberapa waktu yang lalu melakukan aksi besar-besaran menolak hadirnya Omnibus Law, massa aksi mengepung kantor DPR RI maupun DPRD di daerah. Di Makassar Sulawesi Selatan pun bergejolak, ribuan mahasiswa, buruh hingga petani melakukan aksi di Fly Over Jalan A.P Pettarani, hingga mengepun Kantor DPRD Propinsi Sulawesi Selatan. Aksi tolak Omnibus Law berujung ricuh, sebanyak 37 pendemo ditangkap oleh aparat, pembubaran paksa massa aksi adalah tindakan pelanggaran HAM, menyampaikan pendapat dilindungi oleh Undang-undang.

Warga Tembagapura Mengungsi. Negara Melanggar HAM

Gambar
Evakuasi Warga Tembagapura (Foto: Adolfina Kuum) Penulis : Adolfina Kuum Aktifis HAM Timika Pada tanggal 3 Maret Tahun 2020 Informasi beredar di media lokal Timika bahwa pos polisi di   Tembagapura dikepung   dan   ditembaki oleh TPN-OPM, kejadian itu memicu terjadinya konflik bersenjata antara TNI-Polri denagan TPN-OPM. Pada Tanggal 5 Maret 2020 kami (Relawan Kemanusiaan) mendapatkan laporan dari Tembagapura ,   bahwa malam itu   akan ada evakuasi   masyarakat   turun ke Timika. Malam pukul 20.00 Wit Kami melakukan pemantauan di TKP. Kami langsung ke 32   terminal   bus karyawan Freeport, namun belum ada bus   yang kami jumpai sehingga kami melakukan koordinasi dengan toko h masyarakat , Bapak Yanes Narkime . Ia mengatakan bahwa masyarakat trauma dengan   konflik perang 2 tahun lalu dimana saat itu Bapak Timotius   Omabak selaku Sekertaris Kepala Kampung di bunuh oleh TNI - POLRI saat dia memegang bendara Merah Putih. Usai   menemui tokoh masyarakat, kami

Negara Telantarkan Warga Amungin Tembagapura

Gambar
Warga WAA Tembagapura di Posko Evakuasi (Foto/Adolfina Kuum) Geham, Timika- Negara terlantarkan Warga Amungin Kampung WAA Tembagapura, warga di evakuasi ke Kota Timika sejak kejadian kontak senjata antara TPNPB-OPM dan TNI/Polri. Warga terlantar sejak bulan Maret 2020 lalu, sekitar 2.114 warga di evakuasi namun tidak diperhatikan oleh negara. Dina Mategau salah satu masyarakat adat WAA mengaku dirinya di evakuasi ke Kota Timika, namun setelah dievakuasi tak ada perhatian dari pemerintah. Kami tersebar di beberapa titik di Kota Timika; Mile 32, SP2 (jln jeruk), Jln. Baru (MPCC) hingga beberapa diantara kami harus hidup bergantung dikeluarga kami yang sudah lama di Kota Timika bahkan harus Sebagian dari kami hidup dikost – kost", kata Dina Metegau. Hal yang sama dialami oleh Martina Narkinn De, mengaku tak kuat hidup di Kota Timika, hal itu dikarenakan situasi alam di tanah adat berbeda dengan di Kota. "kami sudah tua, kami tidak kuat hidup dikota (

Perebutan Ruang Publik oleh agama-agama di Papua

Gambar
Oleh : Stilman Renggi Aktivis Gerakan HAM Papua Peran agama di tengah masyarakat dan di ruang publik Papua cukup menentukan. Karena Religi asli Papua sudah menjadi bagian adat. Agama mengantikan atau menyempurnakan agama asli tetap mendapatkan peran di ruang publik. Selain agama Asli, Islam sudah ada sejak dakwah dari Kerajaan Ternate Tidore ke Wilayah Barat Papua.  Kemudian tahun 1855 kekristenan masuk di Wilayah Utara, Timur dan Selatan melalui gelombang dari pelbagai aliran kekristenan. Kelompok Islam setelah penyebaran melalui kerajaan Ternate, hadir di Wilayah Papua lainnya melalui program Trikora tahun 1963. Hadir melalui guru dari Jawa, dan sesudahnya melalui pedagang dari Sulawesi. Kelompok ini umumnya berasal dari aliran utama NU dan Muhammadiyah yang cepat membaur dengan masyarakat Papua. Gelombang berikutnya muncul sekitar tahun 1998 pada awal Reformasi. Ketika itu kelompok Islam radikal yang bergerak ke bawah tanah tampil ke permukaan dan menyebar ke Papua.

Pernyataan Sikap dan Deklarasi Posko Evakuasi Mama-mama Amungin Kampung WAA Tembagapura

Gambar
Deklarasi Posko Evakuasi Mama-Mama Amungin (Foto Istimewa) Geham, Timika- Sejak kejadian kontak senjata antara pihak TPN - PB dan TNI/POLRI yang berlangsung sekitar Maret lalu. Berdampak pada Evakuasi yang cukup massif dengan beberapa gelombang dari tanggal 2 Maret 2020 hingga 8 Maret 2020 dengan jumlah sekitar 2.114 masyarakat adat yang dievakuasi ke Timika. Sejak berjalan dari Bulan Maret hingga Juli, hampir sekitar 4 bulan kami yang dievakuasi  dan sampai saat ini bertahan di Kota Timika. Kami tersebar di beberapa titik di Kota Timika; Mile 32, SP2 (Jalan Jeruk), Jalan. Baru (MPCC) hingga beberapa diantara kami harus hidup bergantung dikeluarga kami yang suda lama di Kota Timika bahkan harus Sebagian dari kami hidup di kost – kost (pengakuan mama Dina Metegau). Kami adalah masyarakat adat Waa yang terdiri atas kaum perempuan, kaum laki – laki yang suda lanjut usia dan berstatus  janda dan duda.  Sehingga dalam proses evakuasi selama ini, kami sungguh sangat menyesalkan;

TONGAN GATAN (Refleksi Kritis Kemajuan Jar Garia-Part l)

Gambar
Penulis: Haroly Ch. Darakay  (Koordinator Geham Bersatu Aru) Tongan Gatan adalah ungkapan dalam bahasa Tarangan (Aru Selatan_Maluku), artinya “berhenti saja” atau “stop sudah”. Apa yang “stop sudah?”, bagi Saya sistem pemerintahan yang tidak membawa kemajuan Jar Garia itulah yang “stop sudah”. Masyarakat butuh sesuatu yang baru, yang bisa memberikan kesejahteraan. Beberapa orang pernah berkomentar sinis pada postingan kritis saya terhadap kinerja pemerintahan saat ini. Mereka menuduh postingan itu hanyalah provokasi, tanpa data dan fakta. Jujur saya geli mendengar tuduhan itu. Sesungguhnya bukan Saya yang provokasi, tetapi mereka yang pura-pura buta dan tuli terhadap ketertinggalan yang sedang terjadi. Tentu yang mereka pikirkan hanya kepentingan pribadi, jabatan maupun posisinya, bukan kepentingan umum Jar Garia. Melalui artikel sederhana ini saya ingin mengkritisi status Kepulauan Aru sebagai Kabupaten termiskin nomor urut tiga di Propinsi Maluku (Sumber BPS Maluku

Larangan Menyuarakan Perdamaian dan Anti Rasis di Wamena

Gambar
Penulis: Stilman Renggi Aktifis HAM Papua Pengantar Nuansa keadilan di Tanah Papua menjadikan suara kemanusiaan sulit untuk didapatkan. Ruang yang terus terintimidasi dan berujung kekerasan terhadap suara Hak Asasi Manusia (HAM) kesannya tertutup. Kebebasan berkumpul dan berdiskusi terus dibatasi. Konsekuensinya, sejumlah aksi damai menyuarakan aspirasi dibubarkan. Bahkan, para pelajar Papua yang menyuarakan pendapatnya di muka umum ditangkap hingga terjadi pembunuhan. Peristiwa tersebut nampak di Wamena Kabupaten Jayawijaya, Papua. Aksi menyalurkan suara dari siswa sekolah – sekolah menengah di Wamena dianggap berseberangan dengan negara dalam kebebasan berekspresi. Kejadian ini lahir disaat ucapan rasis terhadap masyarakat Papua terdengar dan mejadi sorotan publik. Pada 23 September 2019, aksi spontanitas siswa di Wamena terbentuk dengan adanya sejumlah gerakan. Namun tindakan represif dan intimidasi lagi – lagi ditunjukkan oleh alat Negara yang memiliki kekuasaan. Sem